Yang Sedikit

August 14, 2020 § Leave a comment

Biasanya, dalam setiap satuan pasukan, baik itu tentara ataupun kepolisian, ada satuan khusus yang berisi prajurit elit. Satuan yang memang ditugaskan secara khusus untuk menuntaskan misi yang apabila diserahkan kepada pasukan biasa tidak akan dapat diselesaikan. Beberapa yang mungkin kita kenal, ada pasukan elit seperti Kopassus (Komando Pasukan Khusus), Kopaska (Komando Pasukan Katak), you can name it.

Seperti namanya, prajurit-prajurit ini adalah pilihan. Orang-orang terbaik dalam masanya. Mereka yang diseleksi ketat, diseleksi dengan level kesulitan tingkat tinggi. Daya tahan, daya juang, daya nalar, dan berbagai uji untuk mengetahui sejauh mana kemampuan para calon prajurit elit ini.

Tak salah jika para prajurit terpilih berbangga hati apabila telah menuntaskan ujian-ujian itu untuk kemudian secara resmi terpilih menjadi bagian dari pasukan khusus tersebut. Baret merah untuk kopassus misalnya, topi berwarna merah dengan bentuk khusus. Saya meyakini, ini bukan tentang topinya. Akan tetapi, makna di balik baret itu. Perjuangan yang begitu berat, keringat, darah, mungkin pula risiko kehilangan nyawa adalah bagian dari ujian kesulitan tingkat tinggi tersebut.

Yang menarik, Allah SWT sendiri telah menyampaikan dalam beberapa ayat di Al-Quran tentang “yang sedikit”. Silakan Anda mencarinya, ataupun bagaimana kholifah ke-2, Sang Pembeda, Umar bin Khattab, seringkali berdoa kepada Allah agar menjadikannya sebagai “yang sedikit”.

Menjadi “yang sedikit” ini tidak mudah. Sulit ujiannya, sulit tempaannya. Maka, tak salah jika kita seringkali akan terkejut ketika mengetahui latar belakang para pemimpin besar, betapa mereka pernah mengalami berbagai kesulitan dan kemudian memecahkan masalah-masalah itu dengan segenap kemampuan dan daya upaya. Terus menerus melakukan perbaikan mental-pikiran, hati, dan fisik. Terus belajar untuk terus menebar manfaat bagi sesama.

Akhir kata, maukah kita menjadi “yang sedikit”?

Where Am I?

You are currently browsing the Leadership category at Ghulam Robbani's Thought.